Senin, 02 Mei 2011

Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang

Disore hari nan sepi, dikala kepenatan merajai tubuh yang lelah karena bekerja seharian. Tiba-tiba deringan ringtone di hp berdering dengan lengkingnya. Langsung saja Aco membaca, apa gerangan sms yang dikirimkan kepadanya seraya penasaran sms darimanakah yang masuk di hp-nya itu.

“Saya rasa sepertinya hubungan kita cukup berakhir sampai disini saja!” begitulah kalimat singkat yang dikirimkan via sms kepadanya. Sentak, Aco pun terkaget-kaget, bahwa sms itu datangnya dari Aca, wanita yang sudah lebih dari 4 tahun mengisi hatinya yang kosong.

Tak berlama-lama lagi, akhirnya Aco pun segera menghubungi Aca untuk mempertanyakan maksud dari smsnya tersebut. Maklum, mereka berdua saat itu terpisahkan antara jarak ribuan kilometer, anggap saja antara Jayapura dan Jogja.

“Ada apa sebenarnya, sayang? Kenapa harus mengirim aku sms seperti itu?” tanya Aco dengan sedikit nada lemah dan penasaran.

“Iya, saya rasa memang kita harus berakhir sampai disini saja!” jawab Aca mempertegas kembali atas isi sms yang telah ia kirimkan tersebut.

“Tapi kenapa, sayang? Perasaan hubungan kita selama ini baik-baik saja kan? Tidak ada satupun masalah diantara kita. Lantas mengapa harus diakhiri?” tanya Aco kembali karena masih merasa bingung dan tidak bersalah.

“Sampai kapanpun kita tidak akan bisa hidup bersama-sama. Kita ini berbeda, terutama keyakinan itu,.” penjelasan yang diberikan Aca melalui percakapan via telpon tersebut.

Ya, memang mereka berdua berbeda terhadap keyakinan. Hal tersebut yang selalu menjadi benteng yang tinggi bagi mereka berdua untuk menyatukan perasaan cinta menjadi sebuah hubungan yang abadi untuk selamanya. Dan sering kali mereka berdua mempermasalahkan hal tersebut, yang tak kadang hubungan yang mereka jalani mengalami istilah putus-nyambung. Diantara 3 solusi yang ada, tak ada satupun solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Solusi pertama, Aca mengikuti keyakinan Aco -tanpa paksaan dengan syarat Aco menunjukkan kebenaran terhadap keyakinannya itu kepada Aca-. Solusi kedua, Aco mengikuti keyakinan Aca, tanpa paksaan dengan syarat Aca menunjukkan kebenaran terhadap keyakinannya itu kepada Aca. Solusi ketiga, meraka berdua tetap dengan keyakinannya masing-masing. Sedangkan Aco, selalu siap menjalani ketiga solusi yang ada tersebut. Namun, Aca tetap tak bisa untuk menjalankan salah satu diantara tiga solusi yang ada tersebut. Dan mungkin hanya satu solusi yang menjadi solusi keempat, yang mampu menjadi pintu keluar dari masalah tersebut, yaitu berpisah.

Back to story...

Aco pun berpikir, bahwa sesuatu pasti telah terjadi terhadap Aca. Karena, bagi Aco tiada angin tiada hujan tiada badai, tiba-tiba Aca memutuskan cinta mereka. Pada malam harinya, setelah kejadian disore hari tersebut, Aco pun kembali memikirkan masalah itu. Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari.

“Apa aku kabur kesana saja ya? Tapi bagaimana dengan kerjaanku?” ujar Aco dalam lamunannya.

Bagaimana tidak, Aco saat itu telah bekerja disebuah perusahaan tempat dimana merupakan pengalaman pertama baginya dalam menggeluti dunia karier dan ia baru beberapa bulan bekerja ditempat tersebut. Akhirnya, Aco kembali memikirkan tentang rencananya tersebut.

“Hmmm.... lebih baik aku kehilangan sebuah pekerjaan, daripada harus kehilangan orang yang sangat aku cintai,” ucapnya dalam hati.

“Kalau begitu, pagi nanti aku harus berangkat!!!” tambahnya lagi dalam lamunan itu.

Akhirnya, Aco memutuskan untuk berangkat ke kota dimana selama ini ia menghabiskan waktu dan harinya bersama Aca. Kota dimana cinta mereka bersemi untuk pertama kalinya.

Tibalah pagi, dimana Aco akan berangkat.

“Duch...ngantuk banget nih...” ucap kecilnya dibalik tembok biru kamarnya yang kecil.

Ya, semalaman suntuk Aco tidak dapat memejamkan matanya walau hanya untuk sesaat saja. Hanya karena ia benar-benar ingin memastikan bahwa keputusan yang akan dia jalani nanti adalah benar baginya -walaupun sebagaian orang tidak menyetujuinya-. Aco pun berkemas-kemas, dengan membawa sebuah tas punggung kecil -ransel- yang biasa digunakannya untuk bekerja. Beberapa helai pakaian dan surat-surat penting telah ia sisipkan didalam tasnya itu, ya karena judulnya disini bahwa Aco kabur dan takkan kembali lagi.

Pagi itu, aktifitas dibandara sangatlah ramai. Kebetulan hari keberangkatannya itu bertepatan dengan weekend, tepatnya hari Sabtu. Semua counter airlines ia datangi, dengan maksud menanyakan harga tiket termurah untuk penerbangan pada hari itu. Maklum saja, dana yang ia miliki sangat terbatas untuk melakukan perjalanannya yang bertajuk kabur tersebut.

“Waduh, telat deh... Penerbangan dengan harga tiket termurah, pesawatnya sudah take-off. Terlambat banget nih datangnya,” gumamnya dalam hati karena telat dapat penerbangan dengan tiket termurah.

Akhirnya, Aco pun membeli tiket penerbangan lain, dengan harga agak sedikit mahal dari yang murah tersebut.

“Masih jam 10 pagi nih. Lapor tiketnya ntar jam 12, terbangnya jam 2. Sabar...sabar....” begitulah ia berbicara sendiri diantara keramaian yang ada.

Waktu menunjukkan hampir pukul 12 siang. Disaat ia hendak melaporkan tiketnya, tiba-tiba terdengar sebuah pengumuman dari informasi bandara melalui pengeras suara.

Ting...dung..ding...dung.... Perhatian-perhatian! Pengumuman ditujukan kepada para calon penumpang Singa Air dengan nomor penerbangan SA-1985 bahwa pesawat Singa Air akan mengalami keterlambatan karena alasan teknis... bla...bla...bla...

“Aduh, jam 4 lagi baru check-in?? Betapa sialnya saya dua hari ini,” begitulah ujarnya dengan sedikit nada kecewa terhadap airline yang akan ditumpanginya tersebut ditambah dengan ia masih mengingat masalahnya yang kemarin.

Tibalah waktunya untuk berangkat. Kurang lebih pukul 6 sore, pesawat yang ditumpanginya tersebut berangkat menuju kota tujuan. Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya pesawat tersebut landing dibandara transit. Namun sialnya lagi, Aco dan para penumpang lainnya harus menginap di kota transit tersebut karena sudah tidak ada penerbangan dengan tujuan kota yang akan mereka datangi.

“Kenapa harus sial bertubi-tubi nih???” gumamnya dengan sedikit nada kesal.

Mereka pun diantarkan oleh pihak maskapai menuju penginap agar dapat beristirahat dan melanjutkan penerbangan keesokan harinya.

Pagi kembali menyapa, malam itu akhirnya Aco dapat beristirahat. Mungkin karena ia pun kelelahan. Aco bersiap-siap sambil menunggu jemputan dari pihak maskapai. Bersama para penumpang yang lainnya, mereka pun berangkat menuju bandara menggunakan mini bus milik maskapai yang semalam mengantarkan mereka menuju penginapan. Tak lama kemudian penerbangan yang sempat terhenti akhirnya dilanjutkan kembali. Masih bersama Singa Air. Akhirnya Aco tiba dikota tujuan.

Segera saja Aco menghubungi Aca dengan tujuan agar ia dijemput dibandara.

“Hallo sayang, jemput Aco dibandara ya. Nih, Aco baru aja tiba,” pinta Aco melalui percakapan telponnya dengan Aca dengan panggilan sayang.

Ya, sebelum keberangkatan itu, Aco telah memberitahukan kepada Aca, bahwa Aco akan kesana menemuinya, namun Aco tidak mengatakan jika ia kabur dari kotanya itu, terlebih terhadap pekerjaan barunya itu.

Dengan sedikit menunggu, akhirnya Aca pun datang menjemput Aco. Mereka berdua pun langsung menuju sebuah warung bakso. Ya, bakso merupakan salah satu makanan favorit yang disukai Aca. Dan kebetulan pula, saat itu merupakan waktunya untuk makan siang. Sambil menunggu makanan dihidangkan, Aco kembali menanyakan tentang masalah mereka berdua beberapa hari yang lalu. Namun, seolah tak ada masalah. Aca pun bersikap biasa-biasa saja, bahwa memang ia tidak ingin membahas masalah itu dan ingin melupakannya. Aco pun bingung dan bertanya dalam hatinya, “Apakah karena selama ini saya jauh ya?” Karena, pada hari itu, Aco merasa bahwa Aca sangat bahagia dengan kedatangannya itu.

Aco pun akhirnya tersenyum kembali. Mereka berdua melepas rindu yang selama ini terbentang luas menghampar seolah-olah telah terpisahkan puluhan tahun lamanya -padahal baru terpisahkan beberapa bulan saja-.

Kebahagian itu ternyata tak tinggal lama. Sesuatu yang Aco khawatirkan akhirnya terjadi juga. Keesokan harinya, dimana saat Aca ingin pergi ke tempat penjilidan untuk mengambil skripsinya yang akan ia serahkan ke pihak kampus. Ya, pada saat itu Aca tengah mengurus penyelesaian studi S1nya. Hari menjelang siang, Aca pun mulai pergi. Dan Aco hanya menunggu saja dirumah. Beberapa jam telah berlalu, namun Aca belum juga pulang, ditambah dengan hpnya yang pada saat itu sekarat dengan kekuatan baterainya. Susah bagi Aco untuk menghubungi Aca karena hpnya sudah berada diluar jangkauan alias tidak aktif.

“Kemana saja perginya Aca? Hari sudah sore begini, namun tak kunjung pulang. Kok, kumpulin skripsi aja sampai begini lamanya?” tanya aco dalam hati dengan perasaan sedikit cemas.

Gelap pun datang menyelimuti langit. Malam telah tiba. Namun, Aca belum juga pulang. Saat itu cuaca pun memang tidak mendukung, hujan yang turun sejak petang belum juga reda. Kurang lebih pukul 7.30 malam, hujan telah kembali kepangkuan awan, Aco berjalan menuju kampusnya Aca, kampus yang dahulu merupakan tempat Aco menimba ilmu juga. Kebetulan memang rumah Aco tidak begitu jauh dengan letak kampusnya itu. Sunyi dan senyap, begitulah suasana yang nampak saat Aco tiba dikampusnya itu.

“Lantas, kemanakah perginya Aca?” tanya Aco dalam hati dengan begitu cemasnya.

Sambil duduk dihalaman luar kampus, Aco memikirkan tentang keberadaan Aca. Lantas tak lama kemudian, hpnya berdering, ringtone nada sms berbunyi. Ternyata, ada sms masuk dari sahabatnya Aca, yang kebetulan satu kos dengan Aca.

“Mas, Aca nya dah ada di kos nih,” begitulah isi sms dari Abi, sahabatnya Aca.

Ya, sebelumnya Aco sempat menanyakan keberadaan Aca dan berpesan jika Aca sudah kembali agar dia segara menghubunginya.

Sesegera mungkin Aco melangkahkan kakinya menuju kos tempat tinggal Aca. Setibanya disana, Aco sempat ingin marah karena sebel. Namun Aca memberikan senyuman manis kepadanya dengan ditambah sebungkus Kebab Turki, yang membuat Aco mengurungkan niatnya untuk mengomel.

“Sayang kemana aja sih? Kok dari siang keluar, malam begini baru pulang? Kan cuma mau serahin skripsi doang,” tanya Aco dengan sedikit nada jengkel.

“Tadi Aca habis dari rumahnya dosen nganterin skripsi, trus rumahnya agak jauh sayang... Pas mau pulang Aca kejebak hujan. Makanya berteduh dulu,” jawab Aca dengan sedikit penjelasan.

“Nah, ini makanya Aca beliin kebab untuk sayang karena tempat berteduh tadi pas ditempat orang jualan kebab,” tambahnya dengan nada sedikit merayu karena gelagat Aco yang terlihat sedikit jengkel.


>>Halaman 2

1 komentar:

Protected by Copyscape Online Plagiarism Test
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar -cacian- setelah Sahabat membaca Tulisan dibawah ini yah...



Copyright (c) 2008-2011 by Ikhwal a.k.a Adham
All Right Reserved

Contact ikhwal_85@yahoo.com atau ikhwal_st@yahoo.com