Sabtu, 21 Mei 2011

Inilah Kerinduanku

Bukan karena cinta aku memilihmu
Namun bukan pula karena aku tak punya pilihan
Percayalah, ini pun semua bukan karena pilihan
Karena kita bukan pula karena pilihan
Semua ini terjadi begitu saja
Karena takdir dan karena keinginanNYA

Aku takkan pernah pergi dari hatimu
Walaupun raga dan jasad yang lemah ini jauh dari pandanganmu
Ku telah mendiami hati mu yang suci ini
Dan akan terus ku jaga seperti tukang kebun yang setia merawat kebun-kebun itu
Agar taman yang indah akan terus tetap dengan keindahannya

Lihatlah bahwa aku telah menangis
Karena sebuah kerinduan yang begitu mendalam
Rasakanlah bahwa aku sangat merindukanmu
Ini bukan kiasan, inipun bukan sebuah alasan
Bahwa engkaulah yang menjadikan hati ini beku
Beku untuk cinta-cinta lain yang sama tak pastinya dengan kisah kita

Biarlah ku pendam tentang rasa rindu ini
Biarlah ku lukiskan semua ini melalui sebuah tulisan
Karena disitulah inspirasi ini tertuangkan
Karena siapapun yang merindu itu adalah benar adanya

Minggu, 08 Mei 2011

Tentang Cinta

Disaat ia berkata tentang cinta
Buyarlah rasa dimana aku ingin melupakannya

Disaat ia berkata tentang cinta
Teranglah gelap menjadi benerang

Disaat ia berkata tentang cinta
Kehidupan itu kembali bagaikan bayi yang baru terlahir

Lantas, mengapakah ia harus membenci cinta ini?
Hingga tak ada lagi harapan dalam namanya

Lantas, mengapakah ia harus membenci cinta ini?
Hingga kegelapan itu kembali memelukku

Lantas, mengapakah ia harus membenci cinta ini?
Hingga terasa bahwa diri ini adalah seseorang yang tiada berguna

Apakah cinta cuma sekedar kata?
Hingga semua hikmah tiada berarti

Apakah cinta cuma sekedar kata?
Hingga tiada arti yang bermakna didalamnya

Apakah cinta cuma sekedar kata?
Hingga bibir ini dengan mudah untuk mengucapkannya

Rabu, 04 Mei 2011

Surat Kepada Dia

Wahai wanita yang telah hadir didalam hidupku
Tidakkah engkau merasa bahwa kini engkau sangat berarti bagiku?
Hingga disetiap nafas ini selalu menghembuskan namamu

Wahai wanita yang kini menjadi permata hatiku
Engkau laksana embun yang menyegarkan pagi dikala mentari menyambut
Engkau laksana bulan yang selalu menerangi gelapnya malam

Wahai wanita yang selalu ku puja
Tetaplah menjadi bintang dihati ini
Hingga sinar-sinar yang engkau miliki tetap bercahaya digelapnya hati ini

Wahai wanita yang terindah
Engkaulah yang terindah
Engkaulah dia yang ku tunggu

Senin, 02 Mei 2011

Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang (4)

Back to story...

Beberapa hari pun berlalu sudah. Tiba-tiba hp Aca berdering, seraya ada sebuah pesan singkat yang masuk didalamnya. Setelah dibaca, ternyata sms itu datangnya dari dosen pembimbing skripsinya dahulu.

“Aco, saya dapat tawaran nih, menjadi asisten di Universitas Gajah Mungkur,” ujar Aca.

“Maksudnya asisten bagaimana?” Aco balik bertanya.

“Begini, kan kemarin skripsi saya tentang sebuah bandara gitu. Nah, kebetulan di kampus itu sedang ada proyek yang menangani mengenai studi kelayakan pengembangan bandara yang sama dengan skripsi ku. Kebetulan juga, pembahasan kita disini itu sama gitu,” penjelasan Aca.

Mereka berdua pun membahas hal tersebut dan pada akhirnya Aca menerima tawaran yang diberikan tersebut.

Pada suatu hari, mereka berdua mencoba untuk masuk di salah satu akun social networking yang telah mereka buat. Akun yang dimasuki adalah akun milik Aca, dan tiba-tiba didalam akun tersebut ada sebuah inbox yang datangnya dari seseorang dengan nama ‘Real Madrid’, nama yang sama dengan klub sepakbola dunia. Isi pesannya sangat mengejutkan, “I miss u like crazy”.

“Hmmm....siapa ini? Kenapa dia mengirimkan pesan seperti ini?” tanya Aco seraya penasaran dan sedikit jengkel.

“Oh...itu dia, si cowok yang biasa kejar-kejar saya, yang pernah Aco telp ke dia dan marah-marah itu loh,” penjelasan Aca dengan sedikit tersenyum.

“Ow...jadi orang itu masih mau cari masalah ya?” tambah Aco dengan nada jengkel.

“Sudah sayang, biarkan saja dia... Nanti juga bosan sendiri kok,” ujar Aca seraya menenangkan Aco.

Case close...

Tak sengaja Aco membuka laptop milik Aca dengan maksud ingin online salah satu social networking. Kala itu Aca sedang sibuk dengan pekerjaan barunya sebagai asisten di Universitas Gajah Mungkur. Ada hal aneh yang Aca temukan saat ingin me-login social networking tersebut. Muncul username pada saat Aco akan mengetikkan username miliknya.

“Loh, kok ada username lain? Perasaan laptop ini tidak pernah digunakan oleh orang lain kecuali kita berdua saja deh,” tanya Aco dalam hati kecilnya.

Karena penasaran, akhirnya Aco mencoba beberapa cara agar bisa masuk ke akun dengan username misterius tersebut. Alhasil, Aco pun bisa masuk kedalamnya. Dan apa yang Aco dapatkan didalam akun tersebut sungguh tak ia duga sebelumnya.

“Apa??? Real Madrid ini sebenarnya siapa??” ucapnya sendiri sambil melihat-melihat isi akun misterius tersebut.

Ternyata akun misterius tersebut adalah akun yang dibuat oleh Aca untuk berhubungan via internet dengan pria yang masih belum diketahui identitas aslinya oleh Aco. Aco pun berusaha, mencari tahu siapakah pria itu sebenarnya.

“Apa?? Ternyata dia lagi!!!” ucap Aco dengan sangat marahnya setelah mengetahui bahwa pria tersebut adalah dia, orang yang sempat menjalin hubungan tersembunyi dengan Aca.

“Kenapa dia masih mau menghubungi Aca kembali?? Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak menghubunginya lagi??” tambah Aco kembali dengan sangat menyayangkan atas semua kejadian yang terjadi tersebut.

Aco pun membaca semua isi pesan dan postingan wall yang ada didalam akun yang dibuat khusus oleh Aca untuk saling berhubungan dengan pria tersebut. Usai membaca isi pesan dan postingan wall antara Aca dan pria tersebut. Seketika saja Aco menghubungi Aca yang kebetulan sedang sibuk dengan kerjaan asistensi di Universitas Gajah Mungkur.

“Oh, hebat kamu Ca!!! Begitu mudahnya engkau membohongi aku dengan masih saja berhubungan dengan pria tersebut!!!!” isi sms yang dikirimkan Aco kepada Aca.

“Apa maksudnya????” tanya Aca membalas sms dari Aco.

“Sudahlah, saya sudah tahu semuanya antara kalian berdua. Untuk apa kamu harus membuat akun baru di social networking tersebut?? Kenapa harus sembunyi-sembunyi seperti ini??” Aco pun sms dengan hati yang sangat sebal.

Akhirnya mereka pun berdebat melalui sms. Tak lama kemudian, karena saking sakitnya, akhirnya Aco pun menelpon Aca dan terjadi pertengkaran yang hebat antara mereka berdua.

Karena kurang puas, Aco pun menelpon si pria tersebut. Namun, pada saat Aco menelponnya, ia hanya menyangkal dan terus menyangkal bahwa ia sudah tidak pernah menghubungi Aca. Aco pun membantahnya dan memberikan bukti bahwa mereka masih tetap berhubungan. Namun tetap saja pria itu masih menyangkali semuanya itu. Pria itu hanya berkata bahwa ia akan segera pulang ke negara asalnya dan mana mungkin ia akan bertemu lagi dengan Aca. Dan Aco pun hanya mengatakan, jika ia kembali ke Indonesia, Aco akan tetap mencarinya. Selain pria tersebut, Aco pun juga mencoba menghubungi pacar dari pria tersebut dan mengatakan semua kebusukan yang telah dilakukan oleh pacarnya itu. Semula wanita itu tidak percaya atas apa yang telah Aco katakan, tapi setelah Aco memberikan semua bukti-bukti yang ada, wanita itu pun akhirnya percaya. Namun sayangnya, bukannya pacarnya yang ia marahi tetapi Aca pula yang menjadi korban dari amarahnya.

Karena tidak tega mengetahui Aca dimarahin oleh pacarnya pria tersebut. Aco pun mencoba menahan segala emosi yang ada didalam dirinya. Sepulangnya Aca dari Universitas Gajah Mungkur, Aco pun mencoba untuk menemui Aca. Namun, Aca sudah tida mau lagi bertemu lagi dengan Aco. Untungnya, kedua orang tua Aca masih berada di Jogja pada saat itu. Dengan alasan ingin bertemu dengan adik-adiknya Aca yang juga ada disana, akhirnya Aco pun dapat bertemu dengan Aca.

Mungkin karena perasaan cinta yang masih ada antara mereka berdua, Aca pun akhirnya mencoba untuk berbicara, mengatakan tentang semua yang telah terjadi kepada Aco. Dihalaman sebuah mal, mereka berdua duduk dan bercerita.

“Saya juga tidak mengerti, kenapa selalu harus mengingatnya,” ujar Aca dalam perbincangan tersebut.

“Memangnya ada apa, sampai-sampai Aca harus selalu mengingatnya?? Apakah dia pernah.......????” tanya Aco yang akhirnya penasaran kenapa Aca harus selalu mengingat pria tersebut.

“By the way, ceweknya itu bilangin apa saja ke Aca?” tambah Aco.

“Saya juga tidak tahu kenapa sampai harus selalu mengingatnya,” jawab Aca.

“Ceweknya itu bilangin kalau saya ini cewek gak bener. Katanya saya sudah dihamilin oleh cowoknya dan gak sudi gtu. Dia bilang kalau saya menghubungi cowoknya untuk meminta pertanggungjawabannya. Pokoknya semua kata-kata kotor ia lontarkan kepada saya,” jelas Aca menjawab pertanyaan Aco.

“Apa????? Perempuan itu bilangin seperti itu kepada Aca??? Ini sudah keterlaluan!!!” tegas Aco setelah mendengar penjelasan dari Aca.

“Itu kan. Cowok seperti itu yang harus kamu ingat?? Sungguh munafik banget tuh cowok. Kenapa dia harus mengatakan hal itu kepada ceweknya?? Sedangkan semua ini tidak benar,” tambahnya dengan nada jengkel.

Dalam perbincangan tersebut, Aco mencoba memberikan pengertian-pengertian kepada Aca tentang tipe cowok munafik seperti orang yang sudah membuatnya gila tersebut. Aca pun mencoba untuk mengerti tentang apa yang dibilang oleh Aco.

Kondisi semakin membaik setelah pria tersebut benar-benar kembali ke daerah asalnya di negeri sebelah. Aco pun semakin tenang setelah ia mencoba untuk menghubungi nomor pria tersebut dan sudah berada diluar jangkauan. Aco pun mencoba menghubungi pacar pria tersebut agar meyakinkan dirinya bahwa pria tersebut sudah tidak lagi menghubungi Aca dan cewek tersebut pun kembali meyakinkan bahwa pacarnya itu tidak akan lagi menghubungi Aca walaupun itu melalui media internet. Cewek itu pun menegaskan bahwa ia dan cowoknya itu akan segera melaksanakan tunangan secepatnya setelah ia pun kembali negara asalnya dimana mereka sama-sama berasal.

Masa-masa di Jogja akan segera berakhir. Aca telah dengan sempurna menyelesaikan studi S-1nya. Waktunya bagi ayahnya Aca untuk kembali ke Papua. Bersama salah satu adiknya, ayah Aca pun berangkat meninggalkan Jogja. Ibu dan salah adiknya yang satunya lagi masih tetap berada di Jogja menemani Aca. Hampir sebulan sejak kepulangan ayahnya, ibunya Aca pun akan segera pulang dan berharap Aca pun untuk ikut bersama-sama dengan mereka.

“Aco, kamu juga ikut pulang ya. Kamu nanti sekalian nemenin mami di kapal nanti, soalnya tidak ada laki-laki gitu” ujar ibunya Aca dengan sapaan mami.

“Duch... Nanti Aco pikir-pikir dulu ya mami. Soalnya Aco juga bingung harus ikut pulang atau tidak?” jawab Aco yang masih bingung atas ajakan ibunya Aca.

Dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya Aco pun memutuskan untuk ikut pulang kembali ke daerah asal mereka di tanah Papua dengan menggunakan kapal laut. Setelah menempuh perjalanan 5 hari 5 malam, akhirnya mereka pun tiba di Papua.

Hubungan antara Aco dan Aca yang sempat renggang akhirnya kembali normal setelah mengalami masalah yang begitu besarnya. Aca yang sempat mengatakan kepada Aco jika setelah mereka tiba di Papua nantinya, maka otomatis hubungan mereka pun berakhir tidak ia lakukan juga. Aco yang masih cinta pada Aca mencoba meyakinkan padanya bahwa hubungan mereka tersebut masih dapat untuk dipertahankan.

3 bulan lamanya sudah mereka berada di Papua, Aca pun sudah mulai bosan dengan segala keadaan yang ada disana. Hal ini terjadi karena efek perkotaan yang ia rasakan sejak mulai kuliah di Jogja. Kesibukan sehari-harinya hanyalah dirumah ataupun melakukan pelayanan di Gerejanya. Terkadang Aco pun sering menjemputnya seusai ia melakukan pelayanan di Gereja, layaknya cuplikan Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta. Mungkin seperti itulah percintaan beda agama yang terjadi disetiap insan dimuka bumi ini.

Kini keduanya sama-sama sibuk mencari kerja demi memenuhi kebutuhan bersama untuk masa depan mereka. Dibalik kesibukannya yang mereka lakukan, Aco hanya saja selalu mengingat Aca, tentang cintanya yang ia yakin belum ada kepastian untuk kedepannya seperti apa. Namun Aco hanyalah berusaha dan yakin bahwa suatu saat nanti akan ada jalan terang untuk kepastian hubungan mereka yang terbentur oleh benteng keyakinan.

Tak ada yang tahu kapan kisah ini akan berakhir. Mereka pun masih menetap di Papua untuk masa yang tak pasti pula. Hingga pada akhirnya terjadi pula kisah yang sama seperti halnya yang mereka alami di Jogja.

TAMAT

Coming soon “Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang” Season 2 (end story)


Kisah ini terinspirasi dari Kisah Cinta “Adham”.
Sedangkan sebagian besar isi cerita adalah khayalan dan imajinasi penulis saja.
Jika terdapat kesamaan cerita, nama tokoh, atau tempat, maka ini hanyalah kebetulan saja. Karena kisah sebuah kehidupan tak jauh-jauh dari lingkungan sekitar Anda bahkan dari dari kita Sendiri.


<< Halaman 3

Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang (3)

Biar tidak terlalu penasaran, disini kita sedikit membahas tentang pria tersebut. Dia adalah seorang mahasiswa dikampus yang sama dengan Aco dan Aca,. mahasiswa yang berasal dari negeri seberang. Ternyata pria tersebut pun telah memiliki seorang kekasih yang sama berasal dari negeri yang sama, yang malahan lama hubungan pacaran mereka lebih lama lagi dibandingkan dengan Aco dan Aca, pada saat terjadi masalah tersebut, kurang lebih hubungan mereka telah berjalan 6 tahun lamanya, 2 tahun lebih lama dibandingkan dengan Aco dan Aca.

Back to story...

Beberapa hari telah berlalu. Hubungan yang dimiliki antara Aco dan Aca pun masih dalam keadaan renggang. Terlebih, Aca pun selalu menegaskan dengan serius bahwa memang ia ingin berpisah dari Aco. Aco pun tak siap dengan kondisi saat itu, ia benar-benar tidak bisa kehilangan sosok wanita yang begitu ia cintai. Aco selalu berusah menjelaskan kepada Aca agar hubungan ini tetap dipertahankan dulu, namun Aca selalu mengajukan pertanyaan mengenai solusi hubungan mereka yang tak kunjung menemukan titik terang. Aco pun tak tahu harus meyakinkan Aca dengan cara apalagi tentang perasaannya tersebut. Terlebih, Aca pun mengatakan bahwa ia sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi kepada Aco, ia hanya iba terhadap kondisi Aco pada saat itu, sehingga ia masih ingin bersamanya. Perasaan kecewa yang begitu besar melakat pada diri Aco. Sungguh, ia tak tahu harus berbuat apa lagi dengan kondisi yang seakan membunuhnya secara perlahan-lahan tersebut.

Aco pun masih penasaran terhadap hubungan antara Aca dengan pria tersebut. Terlebih, ditambah dengan niat Aca yang benar-benar ingin berpisah darinya. Akhirnya, Aco mencoba untuk menghubungi pria tersebut dengan maksud ingin bertemu dengannya dan hanya sekedar ingin bertukar pikiran, tanpa ada emosi. Selalu saja pria itu menolak ajakan Aco untuk bertemu, namun Aco selalu meyakinkannya bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Maklum, sebelumnya memang mereka sering mengobrol dikampus semasa Aco masih kuliah dulu. Akhirnya, pria itu pun mau untuk bertemu dengan Aco. Disuatu tempat akhirnya mereka bertemu, pada saat itu pria tersebut datang bersama kekasihnya. Disana mereka mengobrol dengan santainya, didalam obrolannya itu, Aco selalu menanyakan dan memastikan kembali hubungan pria tersebut dengan Aca selama ini. Dan selalu saja dijawab dengan kalimat yang sama bahwa mereka cuma berteman biasa saja, dan tidak ada hubunganan apa-apa. Namun, sekali lagi, Aco tidak dengan begitu saja mempercayainya.

Hingga pada suatu hari, kira-kira selang 2 minggu lamanya sejak malam tragedi tersebut. Aco pun mencoba untuk mengajak Aca bercerita, mencoba untuk mengajak Aca berterus terang tentang pria tersebut. Tak disangka, akhirnya Aca pun mau membuka mulutnya, dan tanpa basi-basi, ia pun bercerita,”Sebenarnya saya juga tidak mengerti, katanya dia sudah suka sama saya sejak pertama kali melihat saya dikampus.”

“Makanya, pada saat dia mengambil mata kuliah ulang, dia selalu memilih untuk satu kelas dengan saya,” tambahnya lagi.

“Apa? Jangan percaya bualannya dia tuh!” bantah Aco terhadap pengakuan Aca tersebut.

“Masa dia bisa tau, Aca ambil mata kuliah yang mana dan kelasnya apa? Secara, semua itukan sudah diatur oleh sistem. Kecuali sebelumnya Aca bilang ke dia, kalau Aca mau ngambil mata kuliah ini dan ikut dikelas yang ini,” tambah Aco sambil menjelaskan tentang sistem pengambilan mata kuliah dan kelas yang ada dikampusnya itu.

“Bener juga ya,” sahut Aca yang baru sadar bahwa memang dia telah dibohongi.

Permasalahan semakin kian menitipis. Namun, tetap saja hubungan antara mereka serasa berada diujung duri yang lancip. Tak ada lagi keharmonisan yang tercipta bagaikan waktu yang telah berlalu, dimana tumpuan dan sandaran selalu mereka hadirkan disaat gundah menghampiri atapun tawa dan canda tercipta diantara wangi-wangi cinta mereka miliki.

It’s time...

Tibalah saatnya dimana Aca akan diwisuda. Kedua orang tua beserta kedua adiknya yang paling kecil pun telah tiba dari pulau seberang beberapa hari sebelum hari H tersebut. Namun, dihari istimewa itu pun Aco merasa tak sebahagia layaknya Aca dan keluarganya. Bagaimana tidak, dihari itupun, pria tersebut ikut di wisuda pula. Aco benar-benar sudah tidak ingin lagi melihat orang yang telah membuat hidupnya menjadi serasa singkat. Namun, mau tak mau, ia terpaksa dan memang sangat berbahagia atas resminya gelar sarjana yang disematkan pada orang yang sangat dicintainya itu.

“Waduh, salah duduk nih aku,” ujar Aco dalam hati ketika masuk dan duduk didepan kedua orang tuanya Aca, karena kursi yang kosong memang hanya tinggal itu saja yang ada didekat orang tuanya Aca.

Ya, Aco didalam ruangan wisuda tersebut, duduk persis dibelakang kekasih pria tersebut. Dimana Aco sendiri berusaha agar tidak melihat atau bertemu dengan manusia-manusia sejenis itu. Didalam ruangan tersebut, Aco selalu berusaha mengalihkan pandangannya ke tempat lain, mencoba mencari pemandangan yang lebih enak lagi. Sesekali, ia menoleh kebelakang dan melakukan obrolan-obrolan kecil dengan orang tuanya Aca. Prosesi wisuda telah dilaksanakan. Tibalah waktunya untuk mengucapkan selamat kepada para wisudawan pada saat itu. Terlebih, pada saat itu, ada beberapa teman seangkatannya Aco yang ikut diwisuda.

“Selamat ya sayang, sekarang sayang sudah resmi menyandang gelar ST,” begitulah ucapan selamat yang diberikan oleh Aco kepada Aca.

“Mana orang yang wisudain tadi pejabat tinggi negara pula,” tambahnya dengan bangga.

“Iya, makasih ya sayang,” jawab Aca dengan mimik yang berbahagia karena sudah resmi menjadi Sarjana Teknik.

Suasana didalam gedung wisuda saat itu sangatlah ramai. Seperti akan datang badai yang besar, kilatan cahaya menerangi seisi ruangan. Ya, semua orang yang berbahagia pada hari itu, sibuk mengabadikan moment terpenting ini. Tak disia-siakan lagi, semuanya berpose dengan gayanya masing-masing dalam sesi pemotretan. Muka bahagia, terharu karena bangga, senyum yang lebar dan memamerkan gigi, lengkap semua didalam ruangan ber-AC tersebut. Mulai berpakaian jas lengkap, pakaian safari, batik, kebaya, hingga pakaian formal lainnya pun ada didalam ruang tersebut. Hari itu, merupakan hari yang benar-benar tak terlupakan seumur hidup. Termasuk Aco yang selalu yang mengenangnya, antara bahagia atau was-was karena pria tersebut. Namun, selama dalam pantauannya, tak ada sedikit pun gerik-gerik yang mencurigakan dari Aca. Bagiamana tidak, Aco selalu berusaha berada disisinya Aca, atau selalu memantaunya dari sisi yang jauh disaat Aca mengucapkan selamat kepada rekan-rekan wisuda yang lainnya atau hanya sekedar ingin berfoto bersama. Suasana di gedung itu pun kian menyepi, satu persatu orang yang ada beranjak meninggalkan ruangan tersebut. Aco dan Aca beserta rombangan kecilnya pun beranjak dari sana. Hari berbahagia itu pun akhirnya ditutup dengan Aca makan bersama di sebuah restoran pemancingan letaknya yang tak jauh dari tempat tinggalnya Aca. Tempat yang sering mereka berdua datangi sebelumnya.

Ijasah S-1 kini telah berada ditangannya Aca, kini Aco dan Aca seri dalam sebuah jenjang kehidupan. Masing-masing kini telah memiliki predikat pendidikan yang sama, hanya berbeda nilai, dimana Aca termasuk orang yang lebih pandai dibandingkan Aco.

“Waduh, was-was nih. Kira-kira kita tembus seleksi administrasi Departemen Transportasi gak ya?” tanya Aca yang memang was-was menanti hasil seleksi administrasi disebuah departemen yang ada di Indonesia.

“Optimis saja, pasti kita tembus kok,” jawab Aco dengan nada santai namun tetap was-was juga.

Kebetulan pada saat itu sedang dibuka penerimaan CPNS pada sebuah departemen, mereka berdua pun mendaftarkan diri, karena memang kebetulan jurusan langka yang mereka miliki, salah satunya hanya ada pada departemen tersebut.

Abi pun turut mendaftarkan dirinya. Dialah orang yang paling was-was pada saat itu. Waktu itu, Aco sudah memaafkan Abi, dan menyesali perbuatannya yang telah menampar Abi.

“Horeeeee... Ternyata kita semua tembus seleksi administrasi,” teriak Abi dengan gembiranya.

“Selamat ya mas, selamat ya Ca,” tambahnya sambil menyalami Aco dan Aca.

“Trus, nanti kalau tes tertulisnya bagaimana mas?” tanya Abi yang seolah-olah langsung ingin mempersiapkan diri untuk menghadapi tes selanjutnya yang akan dilaksanakan 2 minggu kemudian.

“Ya, pokoknya materinya itu tentang substansial, pengetahuan umum, matematika, bahasa, dan logika,” jelas Aco kepada Abi yang disimak pula oleh Aca.

Ya, ini merupakan tahun kedua bagi Aco dalam mengikuti tes penerimaan CPNS di departemen tersebut.

Tibalah waktu dimana ujian tertulis dilaksanakan. Kurang lebih pukul 12 malam, Aco dan Aca berangkat menuju lokasi tes menggunakan kendaraan roda dua milik Aca. Maklum saja, lokasi tes tersebut berada jauh diluar kota, tepatnya dikota tetangga. Dalam perjalanan mereka berdua sempat mendapat kendala, dtiterpa oleh hujan abu gunung api. Ya, pada saat itu memang sedang terjadi erupsi gunung berapi yang berada disisi utara kota yang mereka tempati. Namun, hal tersebut tidak menjadi penghalang yang begitu berarti bagi mereka berdua dalam perjalanannya itu. Perjalanan tetap dilanjutkan hingga mereka pun tiba dengan selamat di kota tujuan.

Waktu menunjukkan pukul 3 pagi saat mereka tiba di kota tujuannya itu. Mereka pun sempat bingung mencari penginapan untuk mereka melapas lelah seraya membersihkan tubuh dari tebalnya abu gunung api yang menempal dikulit mereka. Hampir semua penginapan di kota tersebut penuh terisi oleh ribuan orang yang juga akan mengikuti tes CPNS tersebut. Agak sedikit menjauh dari lokasi tes, mereka pun mendapatkan penginapan yang mereka cari. Disitulah mereka beristirahat sembari kembali mempelajari beberapa materi dari buku yang telah dibeli oleh Aca sebelumnya. Hingga tak lama kemudian mereka tertidur dengan sendirinya.

Pagi telah tiba, matahari dengan kokohnya telah menyinari kota yang penuh dengan bukit tersebut. Aco dan Aca pun segera bersiap-siap untuk berangkat menuju lokasi tes yang jaraknya beberapa kilometer dari penginapan tersebut. Mereka berdua pun terjebak dalam sebuah kemacetan, namum untungnya, merka berdua menggunakan kendaraan roda dua. Bagaimana tidak? Jalan menuju lokasi tes merupakan jalan kecil yang hanya selebar kurang lebih 3 meter saja. Jalan tersebut pagi itu berubah menjadi jalur satu arah, dimana kendaraan pribadi mulai dari roda empat hingga roda roda, semua berjalan merayap menuju lokasi tes tersebut. Aca dan Aco pun akhirnya dengan teliti da seksama mengikuti ujian tertulis tersebut. Hingga pada waktunya, mereka menunggu untuk melihat hasil tes yang telah mereka ikuti melalui media internet. Seminggu lamanya mereka menunggu. Perasaan cemas dan was-was kembali melekat dijiwa mereka. Alhasil, apa yang mereka nantikan datang juga. Melalui sebuah dokumen PDF yang mereka download melalui website resmi milik departemen tempat mereka mendaftarkan diri, Aco dan Aca secara perlahan-lahan membaca urutan nama yang ada didalam, seraya mencari adakah tertulis nama mereka diantara orang-orang yang beruntung lainnya.

“Mana nih? Nama kita kok gak ada?” tanya Aca kepada Aco dengan perasaan kecewa.

“Yah, bener-bener nama kita tidak ada nih,” ujar Aco dengan perasaan yang sama, kecewa.

Betul sekali, mereka berdua ternyata tak seberuntung urutan nama-nama yang ada didaftar tersebut. Nama mereka berdua tak ada satupun yang tercantum didalam pengumuman elektronik tersebut. Mereka ternyata tak dapat untuk melanjutkan untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya.

“Ya sudahlah, tahun depan daftar lagi,” ujar Aco dengan harapan bahwa tahun depannya lagi akan mengikuti tes serupa.


Halaman 2<< >>Halaman 4

Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang (2)

Situasi kembali normal. Aco masih belum beranjak dari kos Aca. Selang beberapa waktu kemudian, Aca keluar kamar dan berjalan menuju kamar Abi yang letaknya persis didepan kamarnya. Dari balik pintu kamar, Aco mendengar Aca dan Abi bercerita. Namun, tak lama kemudian terjadi kesenyapan, layaknya sedang berada dikuburan, suasana hening tercipta. Aco pun menjadi curiga, dari balik pun jendela Aco mengintip, mengarahkan pandangannya ke kamar Abi. Disitu ia melihat, Aca sedang duduk dikusen jendela kamar Abi, dan si empunya kamar, Abi, sedang duduk dimuka pintu kamarnya.

“Kok mereka ngomongnya bisik-bisik ya? Mana Aca megang hp nya Abi sambil melihat sesuatu didalamnya, layaknya sedang membaca sesuatu gitu, sambil senyum-senyum pula,” tanya Aco dalam hati seraya penasaran dengan situasi yang terjadi saat itu.

Tanpa basi-basi, secepat kilat Aco berjalan dan meraih hp yang dipegang oleh Aca. Roman senyum yang tampak dari Aca saat itu serentak berubah menjadi jiwa yang ketakutan dan terkaget-kaget.

“Bi, Aca sudah pulang?” isi pesan yang sangat singkat kepada Abi, yang menanyakan tentang Aca.

Terbakar, seolah-olah ada api yang sangat besar dan membara yang menyelimuti Aco!

“Siapa ini!!!” tanya Aco dengan nada marah.

Meraka pun terdiam dan tak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Aco.

“Siapa ini!!!” kembali Aco bertanya dengan nada yang tak kalah hebat dan tegasnya.

Mereka pun masih terdiam, seolah-olah memang ada sesuatu hal yang mereka berdua tutupi dan sembunyikan. Karena emosi yang membara, Aco pun melayangkan tangannya pada Abi -refleks- karena memang emosi.

“Aduh mas.... Saya bener-bener gak tau mas,” ucap Abi dengan nada takut serta kesakitan setelah tamparan yang diterimanya itu.

“Bohong!!!! Kamu tidak tau, tapi kenapa kamu simpan no itu di hp kamu?? Kenapa juga harus sms ke kamu???” lanjut Aco dengan nada benar-benar emosi.

“Sudah....sudah...!!! Nanti saya jelaskan!!!” sela Aca dengan nada ikut-ikutan marah.

Aco pun tidak menggubris atas apa yang diucapkan Aca tersebut. Sasaran utamanya hanya pada Abi, karena kebetulan sms tersebut berada di hp nya Abi. Tak lama kemudian Abi pun mengaku, bahwa sms tersebut datangnya dari seorang pria yang saat ini sedang dekat dengan Aca. Aco pun tak dapat menerima situasi ini. Ia memaksa Abi untuk mengantarkannya ke tempat tinggal pria yang dimaksud tadi. Aca pun menghalangi, dengan tujuan agar Aco tidak mendatangi pria itu. Aca berusaha agar Aco mengurungkan niatnya, karena situasi pada saat itu Aco sangat marah besar, seolah-olah akan terjadi perang dunia ke-III.

Aco tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Aca, Aco tetap berjalan dengan cepatnya sambil memegang erat tangannya Abi agar ia tidak kabur dan tetap mengantarkannya hingga di tempat tinggal pria tersebut. Ketika hampir tiba, terlihat sosok seorang pria yang dengan cepatnya mengeluarkan sepeda motor dari gerbang dan langsung beranjak dengan menancapkan gas yang tinggi layaknya seorang pencuri kendaraan roda dua yang tergesa-gesa karena ketahuan mau maling. Ternyata dia adalah pria tersebut. Aca terlebih dahulu menghubungi pria tersebut agar segara pergi, karena Aco pada saat itu mendatanginya dalam keadaan yang sangat marah dan labil. Betapa murkanya Aco pada malam itu. Semua cacian ia ucapkan, layaknya, didalam mulutnya terdapat taman satwa.

Ternyata, apa yang dikhawatirkan oleh Aco karena masalah sejak ia masih dikota tempat ia bekerja terbukti sudah. Aca telah bermain hati dengan yang lain. Namun, Aca selalu menutupinya, bahwa antara mereka berdua tidak ada hubungan apa-apa kecuali karena Aca membantunya dalam menyelesaikan skirpsi yang disusun oleh pria tersebut. Dan Aca hanya menjelaskan bahwa memang tadi ia sempat bertemu dengan pria tersebut dengan maksud untuk menyelesaikan masalah yang ada antara mereka berdua. Lantas karena penjelasan itulah yang membuat Aco semakin penasaran tentang ada hubungan apa antara mereka berdua selama ini.

Pada malam itu juga, Aco menghubungi pria tersebut melalui telpon, mengajaknya untuk bertemu. Namun, pria itu menolak untuk bertemu. Sungguh, semua cacian itu benar-benar terucap oleh bibir Aco. Sesuatu yang ia alami belum juga terluapkan. Cek-cok yang heboh pun terjadi antara Aco dan Aca.

“Kamu sebenarnya maunya apa?” tanya Aco dengan nada yang sangat tinggi.

“Iya, saya mau kamu,” jawab Aca yang patut dipertanyakan kembali oleh Aco.

Kalimat-kalimat itu selalu diulang, atas penasarannya Aco terhadap perasaan yang Aca miliki kepadanya.

“Kamu tega ya Aca!!! Belum lama ini kamu datang menemui saya dikota itu. Seminggu lamanya engkau berada disana. Namun, kenapa setelah engkau pulang, semuanya jadi seperti ini?” ujar Aco dengan nada marah dan kecewa.

Aca pun hanya terdiam. Ia hanya berkata bahwa seolah-olah Aco lah yang bersalah karena selama ini tidak mempercayainya ketika mereka terpisahkan oleh jarak.

“Kamu mau tau? Ini semua karena kamu, sehingga saya berbuat seperti ini!! Kamu tidak pernah sedikitpun mau mempercayai saya!! Makanya, sekalian saja lakukan ini. Toh, saya pun disini merasa kesepian!” kata Aca dengan nada yang sedikit ditekankan.

“Memangnya selama ini saya nuduh kamu selingkuh? Iya, itu mungkin dulu. Dan toh itu juga saya katakan karena memang itu terjadi sebelumnyakan?” jawab Aco seolah-olah bahwa ia tidak merasa bersalah.

“Itu sudah beberapa tahun yang lalu. Memangnya selama saya disana, ditempat yang jauh itu, saya sempat mengatakan kalau kamu selingkuh? Tidakkan? Awalnya mungkin ya. Tapi itu hanya disaat saya baru berada disana saja. Lantas kenapa kamu harus berkata demikian?” tambahnya.

“Saya pun melakukan hal itu, toh, karena saya takut kehilangan kamu,” tambahnya lagi.

Pada malam yang ‘panas’ itu, mereka berdua hanya membahas tentang hal tersebut. Aca selalu mengatakan bahwa Aco lah yang bersalah. Sedangkan Aco sendiri merasa bahwa ia tidak bersalah. Aco pun menegaskan kembali, jika memang begitu, kenapa Aca tidak meyakinkan padanya bahwa ia benar-benar tidak selingkuh. Hal itulah yang selalu diharapkan oleh Aco. Namun, Aca sendiri pun enggan untuk melakukan hal tersebut. Baginya, hanya dengan percaya saja sudah cukup tanpa harus dengan cara meyakinkan lagi.

Hingga menjelang fajar, semua masalah tersebut belum juga terselesaikan. Akhirnya keduanya pun tertidur, karena mungkin kelelahan yang datang menjemput mereka. Dalam tidurnya, pun Aco tak dapat nyenyak, gelisah dan gundah selalu menghantuinya. Hingga pada saat mentari mulai memuncak dilangit, Aco pun terbangun seraya menunggu hingga Aca terbangun pula, dengan maksud ingin membahas kembali masalah yang tak kunjung terselesaikan tersebut. Disaat Aca terbangun, dan proses loading kehidupannya pun kembali sempurna. Aco memulai untuk membuka topik yang sama lagi. Namun Aca hanya berkomentar, “Jika masih ingin membahas masalah yang itu lagi, mendingan kamu sekalian pergi jauh-jauh dari kehidupan ku!!! Saya sudah bosan tauk, membahas ini melulu!!!” Begitulah skak-mat yang dilontarkan oleh Aca kepada Aco. Langsung saja, Aco tak melanjutkan untuk membahas masalah tersebut. Maklum, karena begitu sayang dan cintanya Aco kepada Aca, maka apa yang diucapkan oleh Aca tersebut diindahkan olehnya.

Matahari mulai sedikit bergeser ke arah barat. Tak lama kemudian datang sesosok pria tak dikenal menghampiri kamar kos Aca.

“Permisi, Aca bisa ngomong sebentar diluar?” ujar pria tak dikenal tersebut.

“Ada, apa ya? Kalau begitu tunggu sebentar ya,” jawab Aca meng-iyakan ajakan tersebut.

“Siapa itu?” tanya Aco kepada Aca dengan perasaan penasaran.

“Gak tau juga, palingan anak kampus yang lagi butuh sesuatu,” jawab Aca yang memang tidak tahu siapa pria misterius tersebut.

Aca pun segera berjalan kehalaman depan kosnya. Karena penasaran, akhirnya Aco pun menghampiri mereka berdua. Tiba-tiba muncul seorang pria berbadan besar yang berjalan dengan cepat dari balik gerbang menuju Aco. Ternyata dia adalah pria yang dicari-cari oleh Aco pada malam itu.

“Kamu!!! Ayo mari, kalau mau berduel dengan saya!!!” tantang pria tersebut yang dikawal oleh dua orang temannya.

Aco pun terkaget, karena pria itu ternyata adalah adik kelasnya sewaktu kuliah dulu, persis satu angkatan dibawahnya. Ya, Aco memang mengenali pria tersebut, namun tidak pernah tahu siapa namanya.

“Oh....jadi kamu??? Tega kamu ya!! Percuma dulu saya sering meminjamkan catatan kuliah ke kamu. Tapi ujung-ujungnya kamu makan teman sendiri!!!” ujar Aco dengan nada lantang dan sedikit kecewa.

“Saya mau saja meladeni kamu saat ini juga. Tapi tidak disini, tempat ini terlalu terbuka, dan ini pun di kos nya Aca. Apa kata penghuni kos yang lain nantinya?” tambah Aco menjawab tantangan tersebut.

Aca pun tiba-tiba memotong pembicaraan tersebut dan berusaha menenangkan ketegangan antara Aco dan pria tersebut.

“Kalau memang kalian ingin berkelahi, pergi jauh-jauh sana!!!” ujarnya.

“Dan Aco, sekalian kamu jangan pernah kembali lagi kesini!!” tambahnya dengan nada tegas kepada Aco.

Aco pun berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Karena, seemosi apapun dia saat itu, tetap saja perasaan cinta itu selalu menghalangi niatnya untuk menggenapkan amarahnya tersebut. Akhirnya Aca menenangkan mereka berdua. Dengan keputusan akhir, bahwa mereka berdua berdamaian tanpa ada dendam sedikitpun. Disitu juga, pria tersebut menegaskan bahwa antara dia dan Aca tidak ada hubungan apa-apa, mereka hanya berteman biasa saja dan Aca pun menegaskan demikian. Namun, dalam hati kecilnya, Aco tidak dengan mudahnya begitu saja mempercayai hal tersebut. Karena, ia memikirkan kembali tentang apa yang dikatakan oleh Aca pada malam pertengkaran hebat itu.

“Tidak konsisten atas apa yang dikatakan oleh Aca semalam dengan perkataannya yang barusan ia katakan ini deh,” ucap Aco dalam hati kecilnya.

“Tapi biarlah, cukup kali ini saya mencoba untuk mempercayai atas apa yang telah mereka katakan tadi,” tambahnya lagi didalam hati.


Halaman 1<< >>Halaman 3

Protected by Copyscape Online Plagiarism Test
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar -cacian- setelah Sahabat membaca Tulisan dibawah ini yah...



Copyright (c) 2008-2011 by Ikhwal a.k.a Adham
All Right Reserved

Contact ikhwal_85@yahoo.com atau ikhwal_st@yahoo.com