Senin, 02 Mei 2011

Terjebak Dalam Cinta Yang Terlarang (2)

Situasi kembali normal. Aco masih belum beranjak dari kos Aca. Selang beberapa waktu kemudian, Aca keluar kamar dan berjalan menuju kamar Abi yang letaknya persis didepan kamarnya. Dari balik pintu kamar, Aco mendengar Aca dan Abi bercerita. Namun, tak lama kemudian terjadi kesenyapan, layaknya sedang berada dikuburan, suasana hening tercipta. Aco pun menjadi curiga, dari balik pun jendela Aco mengintip, mengarahkan pandangannya ke kamar Abi. Disitu ia melihat, Aca sedang duduk dikusen jendela kamar Abi, dan si empunya kamar, Abi, sedang duduk dimuka pintu kamarnya.

“Kok mereka ngomongnya bisik-bisik ya? Mana Aca megang hp nya Abi sambil melihat sesuatu didalamnya, layaknya sedang membaca sesuatu gitu, sambil senyum-senyum pula,” tanya Aco dalam hati seraya penasaran dengan situasi yang terjadi saat itu.

Tanpa basi-basi, secepat kilat Aco berjalan dan meraih hp yang dipegang oleh Aca. Roman senyum yang tampak dari Aca saat itu serentak berubah menjadi jiwa yang ketakutan dan terkaget-kaget.

“Bi, Aca sudah pulang?” isi pesan yang sangat singkat kepada Abi, yang menanyakan tentang Aca.

Terbakar, seolah-olah ada api yang sangat besar dan membara yang menyelimuti Aco!

“Siapa ini!!!” tanya Aco dengan nada marah.

Meraka pun terdiam dan tak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Aco.

“Siapa ini!!!” kembali Aco bertanya dengan nada yang tak kalah hebat dan tegasnya.

Mereka pun masih terdiam, seolah-olah memang ada sesuatu hal yang mereka berdua tutupi dan sembunyikan. Karena emosi yang membara, Aco pun melayangkan tangannya pada Abi -refleks- karena memang emosi.

“Aduh mas.... Saya bener-bener gak tau mas,” ucap Abi dengan nada takut serta kesakitan setelah tamparan yang diterimanya itu.

“Bohong!!!! Kamu tidak tau, tapi kenapa kamu simpan no itu di hp kamu?? Kenapa juga harus sms ke kamu???” lanjut Aco dengan nada benar-benar emosi.

“Sudah....sudah...!!! Nanti saya jelaskan!!!” sela Aca dengan nada ikut-ikutan marah.

Aco pun tidak menggubris atas apa yang diucapkan Aca tersebut. Sasaran utamanya hanya pada Abi, karena kebetulan sms tersebut berada di hp nya Abi. Tak lama kemudian Abi pun mengaku, bahwa sms tersebut datangnya dari seorang pria yang saat ini sedang dekat dengan Aca. Aco pun tak dapat menerima situasi ini. Ia memaksa Abi untuk mengantarkannya ke tempat tinggal pria yang dimaksud tadi. Aca pun menghalangi, dengan tujuan agar Aco tidak mendatangi pria itu. Aca berusaha agar Aco mengurungkan niatnya, karena situasi pada saat itu Aco sangat marah besar, seolah-olah akan terjadi perang dunia ke-III.

Aco tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Aca, Aco tetap berjalan dengan cepatnya sambil memegang erat tangannya Abi agar ia tidak kabur dan tetap mengantarkannya hingga di tempat tinggal pria tersebut. Ketika hampir tiba, terlihat sosok seorang pria yang dengan cepatnya mengeluarkan sepeda motor dari gerbang dan langsung beranjak dengan menancapkan gas yang tinggi layaknya seorang pencuri kendaraan roda dua yang tergesa-gesa karena ketahuan mau maling. Ternyata dia adalah pria tersebut. Aca terlebih dahulu menghubungi pria tersebut agar segara pergi, karena Aco pada saat itu mendatanginya dalam keadaan yang sangat marah dan labil. Betapa murkanya Aco pada malam itu. Semua cacian ia ucapkan, layaknya, didalam mulutnya terdapat taman satwa.

Ternyata, apa yang dikhawatirkan oleh Aco karena masalah sejak ia masih dikota tempat ia bekerja terbukti sudah. Aca telah bermain hati dengan yang lain. Namun, Aca selalu menutupinya, bahwa antara mereka berdua tidak ada hubungan apa-apa kecuali karena Aca membantunya dalam menyelesaikan skirpsi yang disusun oleh pria tersebut. Dan Aca hanya menjelaskan bahwa memang tadi ia sempat bertemu dengan pria tersebut dengan maksud untuk menyelesaikan masalah yang ada antara mereka berdua. Lantas karena penjelasan itulah yang membuat Aco semakin penasaran tentang ada hubungan apa antara mereka berdua selama ini.

Pada malam itu juga, Aco menghubungi pria tersebut melalui telpon, mengajaknya untuk bertemu. Namun, pria itu menolak untuk bertemu. Sungguh, semua cacian itu benar-benar terucap oleh bibir Aco. Sesuatu yang ia alami belum juga terluapkan. Cek-cok yang heboh pun terjadi antara Aco dan Aca.

“Kamu sebenarnya maunya apa?” tanya Aco dengan nada yang sangat tinggi.

“Iya, saya mau kamu,” jawab Aca yang patut dipertanyakan kembali oleh Aco.

Kalimat-kalimat itu selalu diulang, atas penasarannya Aco terhadap perasaan yang Aca miliki kepadanya.

“Kamu tega ya Aca!!! Belum lama ini kamu datang menemui saya dikota itu. Seminggu lamanya engkau berada disana. Namun, kenapa setelah engkau pulang, semuanya jadi seperti ini?” ujar Aco dengan nada marah dan kecewa.

Aca pun hanya terdiam. Ia hanya berkata bahwa seolah-olah Aco lah yang bersalah karena selama ini tidak mempercayainya ketika mereka terpisahkan oleh jarak.

“Kamu mau tau? Ini semua karena kamu, sehingga saya berbuat seperti ini!! Kamu tidak pernah sedikitpun mau mempercayai saya!! Makanya, sekalian saja lakukan ini. Toh, saya pun disini merasa kesepian!” kata Aca dengan nada yang sedikit ditekankan.

“Memangnya selama ini saya nuduh kamu selingkuh? Iya, itu mungkin dulu. Dan toh itu juga saya katakan karena memang itu terjadi sebelumnyakan?” jawab Aco seolah-olah bahwa ia tidak merasa bersalah.

“Itu sudah beberapa tahun yang lalu. Memangnya selama saya disana, ditempat yang jauh itu, saya sempat mengatakan kalau kamu selingkuh? Tidakkan? Awalnya mungkin ya. Tapi itu hanya disaat saya baru berada disana saja. Lantas kenapa kamu harus berkata demikian?” tambahnya.

“Saya pun melakukan hal itu, toh, karena saya takut kehilangan kamu,” tambahnya lagi.

Pada malam yang ‘panas’ itu, mereka berdua hanya membahas tentang hal tersebut. Aca selalu mengatakan bahwa Aco lah yang bersalah. Sedangkan Aco sendiri merasa bahwa ia tidak bersalah. Aco pun menegaskan kembali, jika memang begitu, kenapa Aca tidak meyakinkan padanya bahwa ia benar-benar tidak selingkuh. Hal itulah yang selalu diharapkan oleh Aco. Namun, Aca sendiri pun enggan untuk melakukan hal tersebut. Baginya, hanya dengan percaya saja sudah cukup tanpa harus dengan cara meyakinkan lagi.

Hingga menjelang fajar, semua masalah tersebut belum juga terselesaikan. Akhirnya keduanya pun tertidur, karena mungkin kelelahan yang datang menjemput mereka. Dalam tidurnya, pun Aco tak dapat nyenyak, gelisah dan gundah selalu menghantuinya. Hingga pada saat mentari mulai memuncak dilangit, Aco pun terbangun seraya menunggu hingga Aca terbangun pula, dengan maksud ingin membahas kembali masalah yang tak kunjung terselesaikan tersebut. Disaat Aca terbangun, dan proses loading kehidupannya pun kembali sempurna. Aco memulai untuk membuka topik yang sama lagi. Namun Aca hanya berkomentar, “Jika masih ingin membahas masalah yang itu lagi, mendingan kamu sekalian pergi jauh-jauh dari kehidupan ku!!! Saya sudah bosan tauk, membahas ini melulu!!!” Begitulah skak-mat yang dilontarkan oleh Aca kepada Aco. Langsung saja, Aco tak melanjutkan untuk membahas masalah tersebut. Maklum, karena begitu sayang dan cintanya Aco kepada Aca, maka apa yang diucapkan oleh Aca tersebut diindahkan olehnya.

Matahari mulai sedikit bergeser ke arah barat. Tak lama kemudian datang sesosok pria tak dikenal menghampiri kamar kos Aca.

“Permisi, Aca bisa ngomong sebentar diluar?” ujar pria tak dikenal tersebut.

“Ada, apa ya? Kalau begitu tunggu sebentar ya,” jawab Aca meng-iyakan ajakan tersebut.

“Siapa itu?” tanya Aco kepada Aca dengan perasaan penasaran.

“Gak tau juga, palingan anak kampus yang lagi butuh sesuatu,” jawab Aca yang memang tidak tahu siapa pria misterius tersebut.

Aca pun segera berjalan kehalaman depan kosnya. Karena penasaran, akhirnya Aco pun menghampiri mereka berdua. Tiba-tiba muncul seorang pria berbadan besar yang berjalan dengan cepat dari balik gerbang menuju Aco. Ternyata dia adalah pria yang dicari-cari oleh Aco pada malam itu.

“Kamu!!! Ayo mari, kalau mau berduel dengan saya!!!” tantang pria tersebut yang dikawal oleh dua orang temannya.

Aco pun terkaget, karena pria itu ternyata adalah adik kelasnya sewaktu kuliah dulu, persis satu angkatan dibawahnya. Ya, Aco memang mengenali pria tersebut, namun tidak pernah tahu siapa namanya.

“Oh....jadi kamu??? Tega kamu ya!! Percuma dulu saya sering meminjamkan catatan kuliah ke kamu. Tapi ujung-ujungnya kamu makan teman sendiri!!!” ujar Aco dengan nada lantang dan sedikit kecewa.

“Saya mau saja meladeni kamu saat ini juga. Tapi tidak disini, tempat ini terlalu terbuka, dan ini pun di kos nya Aca. Apa kata penghuni kos yang lain nantinya?” tambah Aco menjawab tantangan tersebut.

Aca pun tiba-tiba memotong pembicaraan tersebut dan berusaha menenangkan ketegangan antara Aco dan pria tersebut.

“Kalau memang kalian ingin berkelahi, pergi jauh-jauh sana!!!” ujarnya.

“Dan Aco, sekalian kamu jangan pernah kembali lagi kesini!!” tambahnya dengan nada tegas kepada Aco.

Aco pun berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Karena, seemosi apapun dia saat itu, tetap saja perasaan cinta itu selalu menghalangi niatnya untuk menggenapkan amarahnya tersebut. Akhirnya Aca menenangkan mereka berdua. Dengan keputusan akhir, bahwa mereka berdua berdamaian tanpa ada dendam sedikitpun. Disitu juga, pria tersebut menegaskan bahwa antara dia dan Aca tidak ada hubungan apa-apa, mereka hanya berteman biasa saja dan Aca pun menegaskan demikian. Namun, dalam hati kecilnya, Aco tidak dengan mudahnya begitu saja mempercayai hal tersebut. Karena, ia memikirkan kembali tentang apa yang dikatakan oleh Aca pada malam pertengkaran hebat itu.

“Tidak konsisten atas apa yang dikatakan oleh Aca semalam dengan perkataannya yang barusan ia katakan ini deh,” ucap Aco dalam hati kecilnya.

“Tapi biarlah, cukup kali ini saya mencoba untuk mempercayai atas apa yang telah mereka katakan tadi,” tambahnya lagi didalam hati.


Halaman 1<< >>Halaman 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Protected by Copyscape Online Plagiarism Test
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar -cacian- setelah Sahabat membaca Tulisan dibawah ini yah...



Copyright (c) 2008-2011 by Ikhwal a.k.a Adham
All Right Reserved

Contact ikhwal_85@yahoo.com atau ikhwal_st@yahoo.com